Menulis buku ini bukan dari pemikiran yang serius untuk ‘ngajari’ orang bagaimana berkomunikasi. Saya kebetulan tidak pada ranah yang mumpuni untuk berteori bagaimana berkomunikasi yang baik, nggak peduli untuk marketing warungan, untuk pengusaha biar orang tertarik pada produknya, atau buat politikus, biar bisa goal jadi kepala daerah. Tapi saya tergerak menulis buku design komunikasi ini, karena sering merasa lucu melihat orang berdebat gak perlu, karena salah berkomunikasi. Sering merasa kasihan, karena ada produk bagus, namun gak laku karena packaging komunikasi pemasarannya gak digarap serius, padahal bila dikomunikasikan, produknya edan tenan. Sering juga merasa geli, melihat tokoh yang mencalonkan diri jadi kepala daerah, tapi saat kampanye, calon pemilihnya nggak kenal. Ini pasti yang salah cara mengkomunikasikan calonnya pada konstituen kan?